|Gerbang| Artikel Kesehatan| Perjalanan| Cerita dan Opini| Tausiah Islam|

Senin, 04 Agustus 2008

Yusuf

Media ini hanya untuk mempublikasikan tulisan atau karya tulis saya khususnya pada bidang Cerpen, karena saya menggemari bidang tulis menulis (sebut saja ‘ketik mengetik’) untuk menuangkan apa yang ada dalam benak sesaat yang terlintas saja. Banyak kekurangan yang patut dikoreksi, begitupula saya menerima kritik dan sarannya, saya buka selebar – lebarnya agar apa yang saya tuangkan ini dapat bermanfaat bagi Anda sekalian dan saya khususnya.

Untuk kali pertama, saya akan mencoba menyajikan karya saya dalam Blog ini. Menceritakan seseorang yang ingin kembali kepada jalan Allah yang dia cari terus menerus. Namun setelah menemukan jalan yang dia maksudkan ternyata berbenturan dengan kenyataan yang ada. Dia ingin mencari sesuatu berdasarkan hati nuraninya, banyak para ulama dan para kyai yang dia jumpai namun tidak sedikit yang memberikan harapan pada tujuan hidupnya.

Nilai – nilai yang didapat dari para ulama dan para kyai dia aplikasikan dalam kehidupan, tetap saja kebertolakbelakangan antara kehidupan dia dengan dunia nyata itu berbeda. Keanekaragaman itulah yang membuat dia semakin menjauhi keduniawiannya, namun semua itu berubah ketika dia bertemu dengan pernyataan dalam sebuah buku bahwa Islam akan kembali tegak.

Apa yang akan dilakukan oleh Yusuf, apakah dia bisa menerima kenyataan hidup yang nyata – nyata bertolak belakang dengan pemahamannya. Bagaimana perjalanan kisah Yusuf? Mari kita ikuti ceritanya.

Namaku Yusuf

Dikampungku, saya adalah seorang pria yang selalu menyendiri. Walaupun teman – temanku selalu menjemputku kerumah untuk mengajakku menjadi orang “gaul’, namun saya tidak tertarik dengan hal itu. Namaku Yusuf! Saya senang tinggal di rumah dan membaca ayat – ayat suci Qur’an jikalau senggang, siangnya saya hidup dengan kesibukanku sebagai seorang pelajar di sebuah perguruan tinggi di negari ini.

Kehidupanku sama sepertihalnya mahasiswa yang lain, namun yang membuatku bertanya pada kehidupanku ini adalah mengapa kita selalu mengalah pada penguasa negri ini. Citra baik untuk Negara ini karena ketundukannya pada Negara zionis dan patuh kepada alumnus didikan barat dan timur.

Kenyataan inilah yang membuat saya pro-kontra pada kehidupan ini, yang seharusnya alam ini dimuliakan namun oleh manusia dirusak, sudah melegalkan kezaliman, semua ini yang membuat saya tidak ingin berterus terang pada bumi yang membisu.

******

Saya belajar Islam bukan dari pesantren, saya belajar Islam dari pengajian – pengajian yang saya ikuti, seminar – seminar Islam, dan saya pun pernah berguru ke seorang ‘ulama dan kyai. Merekalah yang paling berjasa menanamkan nilai – nilai Islam kepada saya, mereka juga yang mengajariku kehidupan ala Islam, sudah banyak jasa mereka sehingga saya di kenal oleh teman – teman saya sebagai ahli dalam bidang Islam. Kehidupanku memang tidak lepas dari sebuah bangunan suci yaitu masjid, tidak lepas dari Imamku yaitu Al qr’an, dan tidak lupa juga pada Pembina hidupku yaitu Allah sang pencipta.

Saya pernah bertanya pada diriku sendiri, “bahwa hidup bukan hanya saja mencari akhirat, melainkan mencari hidup yang nyata seperti yang dijelaskan dalam Qur’an di dunia ini?”. Saya harus menemukannya, saya harus mencarinya.

Kyai Ahmad pernah bertanya padaku “Apa yang sebenarnya kamu, ragukan? Apa sebenarnya yang kamu fikirkan? Yusuf, kamu sadar akan hal ini semua. Orang Islam di Indoesia memang banyak, namun mereka semua tidak bisa menyatukan ummat?”

Entahlah Kyai, saya sendiri merasa hanya Allah yang maha tahu!, saya kembalikan semua ini pada Allah, karena Allah yang berhak merubah suatu kaum?”, perkataan ku terputus, seketika itu Kyai Ahmad berbicara. “Kamu tahu, Allah tidak akan merubah suatu kaum!, jika kaum tersebut tidak mau merubahnya”.

“Iya, kyai!” Saya hanya bisa diam, setelah itu saya minta pamit untuk pulang.

****

Pengajian – pengajian Islam dizaman ini marak bertaburan, setiap hari raya masjid – masjid ramai dengan kegiatan dan tabligh akbar. Tema mereka berbeda – beda, kebangkitan Islam terus di elu – elukan, dakwah – dakwah terus mulai menjalar ke kampus – kampus. Banyak idiologi ditanamkan ke mahasiswa, banyak idologi bertentangan dikalangan mahasiswa sehingga kami mudah roboh dan rapuh atas keyakinan yang simpang siur. Tidak kalah dengan Islam, diluar Islampun mulai gencar melakukan misinya, sehingga lengkaplah penderitaan rakyat Indonesia ini.

Keankeragaman inilah yang membuat saya harus memilih, jangan sampai merasa terasingkan dalam kehidupanku. Ini negaraku, ini hidupku dan inilah bangsaku. INDONESIAKU.

****

Ketika kecil ayahku selalu menceritakan dongeng seribu satu malam, lampu Aladin semua sangat menarik bagiku kala itu. Sekarang di hadapanku bukan sebuah dongeng dan cerita – cerita seribu satu malam dan lampu Aladin lagi. Di hadapanku adalah kenyataan seperti yang tersurat dalam kitabullah, semua nyata dan semua akan terjadi.

Banyak yang harus saya perdebatkan dalam hati, saya baca – baca buku lagi, lagi dan lagi. Membandingkan satu dengan yang lainnya, bukannya saya tidak percaya dengan Islam, namun pembesar Negara ini saja yang beragama Islampun masih korupsi, apa arti kalimat tauhid Asyhadu anlaa ilaa ha ilallah bagi mereka. Bukankah mereka sudah mengucapkan perjanjian hidup dan mati agar patuh pada satu ajaran yaitu Islam. Orde baru dan orde lama bagiku cukup untuk bercermin pada kegelapan Negara ini, apakah Islam dapat kita tegakkan.

****

Semua mulai membingungkan, tidak hanya dengan negaraku namun dengan ummat Islam itu sendiripun, saya cukup merasa bahwa inilah yang diartikan sebuah bangsa. Sebuah bangsa yang berhak menentukkan kebebasannya, berhak menentukan pilihannya dan inilah yang dikatakan sebuah demokrasi liberalis yang tidak lepas dari pemanfaatan barat dan timur. Bagaimana bisa menciptakan sebuah wilayah dengan Islam satu – satunya penataan hidup.

“Suf, mari kita kumpulkan orang – orang yang satu pandangan dengan kita” Rahmat meyakinkanku.

“Kita buat sebuah perkumpulan, tempat kita sekarang jadikan basis pergerakan kita. Semua kita atur berdasarkan Syari’at Islam” Rahmat mayakinkanku lagi.

Tidak wahai Rahmat, walaupun kita sudah memahami Islam namun yang kita butuhkan bukan suatu organisasi baru tapi pencapaian cita – cita kaum muslimin semua yaitu tegaknya suatu bangsa, suatu Negara dengan azas Islam. Bukan kelompok baru, dengan seorang Imam. Rahmat engkau tahu bahwa Imamlah yang membuat bangsa kita seperti ini. Kita harus bersatu semua, baik itu partai – partai politik, tokoh ummat, aliran – aliran Islam lainnya, semuanya harus bersatu. Bukan dengan kelompok baru lantas kita mebuat suatu Negara”.

Kamu ingat bahwa kita, seorang muslim itu harus bersatu karena kita bagaikan satu tubuh!, karena kita adalah sebuah bangunan, ingat itu wahai Rahmat”.

“Iya, tapi siapa yang mau menyatukan mereka”? sanggah Rahmat.

“Allah!, yang menyatukan mereka bukanlah kita!”.

Allahlah yang akan menggetarkan hati mereka, Allahlah yang akan memberikan kepada mereka jalan yang harus ditempuh, karena mereka shalat, mereka juga menunaikan Haji, mereka pula adalah panutan dan tokoh ummat”.

Tapi, apa mereka mengerti tentang Ummat?, tidak!, Tidak!, mereka tidak mengerti tentang ummat, mereka hanya mementingkan golongan saja. Mereka merasa golongan merekalah yang paling benar, paling ditinggikan derajatnya di mata Allah, padahal di mata Allah manusia itu sama kedudukannya!” Rahmat memang aktif pada partai Islam, namun itulah kenyataannya.

“Itulah mengapa bangsa kita tidak bisa disatukan, bukan penyatuan wilayah?, bangsa kita sulit untuk disatukan pandangannya, kitapun dalam komunitas kecil berbeda pendapat. Jika semua kita berpegang pada Qur’an perbedaan itu bisa kita redam. Seorang pemimpin bisa dipilih berdasarkan musyawarah, bukan karena uang!, merekalah sebenarnya yang lebih tau daripada kita!?”

“Sudahlah wahai Rahmat, kita lakukan saja apa yang layak kita lakukan. Yaitu membangun kesadaran Masyarakat dengan Qur’an, membudayai hidup dengan Qur’an, dan seolah – olah kitapun sedang bernafas dengan Qur’an!”.

Wahai Rahmat, kenapa kita tidak memerlukan sebuah organisasi baru?, karena Pembina hidup kita sama yaitu Allah, imam kita sama yaitu Al QUr’an dan nabi kita juga sama yaitu Nabi Muhammad SAW, sekarang apakah kamu ragu dengan hal demikian”!

Rahmat mulai mengerti dan memahami jalan fikiranku, dia mulai belajar dan mendalami Islam agar bisa membudayai hidup ini benar – benar dengan Islam. Kebudayaan yang ingin kita terapkan inilah yang membuat kita dekat dan semangat agar menegakkan Islam pada diri pribadi dahulu, karena bangsa adalah sebuah cita – cita jadi kita berdakwah begitulah istilah kerennya kita jalani hari demi hari.

Kami juga selalu menuntut Ilmu, pertemuan kita lakukan dua kali dalam seminggu untuk mendalalmi Al Qur’an dengan para sesepuh karena kita yakin mereka memiliki Ilmu yang layak dan harus kita dapatkan. Dari pengkajian itu kami akan mengulanginya dimalam hari dilakukan setiap hari pula, shalat malam adalah penutup kehidupan yang dijalani selama satu hari. Dibangunkan dengan ridha Allah, kami akan melakukan shalat, sampai ayam berkokok dan subuhpun terlewati untuk memulai kehidupan siang yang bagaikan pertarungan antara kebaikan dan keburukan. Dakwah saya berlanjut, pada awalnya saya dan Rahmat berdua saja, namum karena banyak yang ingin membudayai hati mereka dengan Islam akhirnya saya dan Rahmat menjadi tutor dalam diskusi – diskusi tentang Islam, kami pun mengikat mereka dengan syahadat yang mereka ucapkan agar mereka benar – benar yakin terhadap Islam janji hidup dan mati. Karena Iman kita turun naik jadi saya dan Rahmat sering mengadakan acara kumpul di Masjid, tujuannya adalah lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.

***

Dakwah kami berbenturan dengan gerakan – gerakan mahasiswa lain, karena banyaknya gerakan mahasiwa di Perguruan Tinggi tersebut kami memilih aman saja. Dakwah memang sering dipublikasikan sebagai gerakan separatis apalagi kalau denger kata Islam!, Buset rasanya ngeri banget. Kita sekarang membatasi dakwah kita, tujuannya memang agar tidak berbenturan dengan gerakan lain yang didukung pihak luar untuk menekan pergerakan mahasiswa yang memilih masjid sebagai tempat berkumpul untuk berzikir, berdo’a dan menentukan pilihan hidupnya dengan Islam.

Teror sering diterima oleh mahasiswa lain yang aktif di organisasi kita, agar meninggalkan organisasi ini karena organisasi kita dianggap sesat atau tidak kita dikecam akan dibunuh dan lain sebagainya. Alhamdulillah, mereka tetap istiqamah dengan pilihan hidup mereka dan begitu pula saya, karena kita semua bangga dengan Islam sebagai satu sistem yang dapat menjamin hidup saling hormat, saling memakmurkan, saling memenuhi harapan kemanusiaan dan saling bisa mencapai tujuan, hanya menurut ajaran Allah yaitu dengan Al qur’an yang berdasarkan Sunnah Rasul-NYA.

Terror tersebut membuat kita merasa nyaman dengan ke Islaman kita, karena kita percaya bahwa Allah melindungi kita. Kita sering melakukan diskusi, dari diskusi tersebut teman saya menunjukan sebuah buku bahwa Islam akan kembali kepada kejayaannya dulu seperti halnya zaman Rasul. Sayapun yakin akan hal ini, karena perjalanan sejarah berdasarkan ILMU, Islam akan tegak atas izin Allah “seindah – indahnya qurun adalah qurunku (Muhammad), dan satu qurun sesudahku kelak” itulah yang aku pegang sampai saat ini.

***

Yusuf pun bersyukur telah menyumbangkan fikiran serta tanaganya dalam menegakkan Islam di kampusnya, itulah kenangan terakhir yang dilakukan Yusuf sebelum meninggal dunia karena penyakit yang dia derita sejak dia masih kecil. Sebenarnya yang dia inginkan adalah melihat tegaknya syari’at Islam di negaranya, sehingga mereka sadar bahwa tidak ada sistem apapun yang hebat selain Qur’an, Rahmat menjelaskan sedikit tentang keinginan Yusuf yaitu agar setiap pribadi kita benar – benar membudayai hati dengan Qur’an, karena jika hati ini rusak maka yang lainnya akan rusak sebaliknya jika hati ini baik maka yang lainnya pula akan baik. Maka Shalatlah, Shalatlah, Shalatlah!.